
Transaksi digital tak pernah lepas dari ancaman kejahatan cyber. Semakin canggih teknologi keuangan digital, semakin besar dan beragam pula ancaman yang menggentayangi. Oleh karena itu, sebagai pebisnis, penting bagi Anda untuk berhati-hati dan mengenal berbagai sistem keamanan transaksi digital untuk bisnis yang lebih aman.
Mengapa Keamanan Transaksi Digital Sangat Penting untuk Bisnis Anda?
Di masa kini, hampir tak ada bisnis yang tidak memanfaatkan transaksi digital. Teknologi ini menawarkan berbagai kelebihan dan kemudahan yang bisa diperoleh bisnis, salah satunya adalah tingkat keamanan yang tinggi. Untuk terus menjaga keamanan transaksi digital dalam bisnis, penting bagi Anda untuk mengetahui apa saja jenis keamanan digital?
Risiko Utama yang Dapat Terjadi dalam Keamanan Transaksi Digital
Keamanan transaksi digital memiliki beberapa risiko utama yang mungkin terjadi dalam prosesnya, diantaranya adalah sebagai berikut.
1. Pencurian Data (Data Breach)
Salah satu risiko keamanan transaksi digital yang cukup sering terjadi adalah pencurian data atau data breach. Pada kasus ini, biasanya data sensitif pengguna seperti informasi pribadi atau detail kartu ATM bisa diakses atau dicuri oleh pihak tidak bertanggung jawab.
Risiko ini bisa berdampak sangat merugikan, baik secara finansial maupun reputasi. Data yang dicuri bisa disalahgunakan untuk melakukan kejahatan seperti penipuan, manipulasi akun, ataupun pencurian identitas.
2. Phishing dan Penipuan Online
Phishing adalah risiko yang cukup rawan terjadi. Pelaku biasanya akan berpura-pura menjadi entitas yang terpercaya seperti bank atau layanan online. Metode yang biasanya digunakan untuk mengelabui pengguna bisa berupa email palsu, pesan teks, atau web tiruan yang terlihat resmi agar korban percaya dan memberikan data penting mereka.
3. Serangan Man-in-the-Middle (MitM)
Mungkin Anda pernah mendengar imbauan untuk tidak bertransaksi menggunakan Wi-Fi publik karena memiliki risiko yang tinggi. Serangan Man-in-the-Middle (MitM) merupakan risiko yang bisa terjadi saat Anda bertransaksi menggunakan jaringan yang tidak aman seperti Wi-Fi publik.
Pelaku serangan siber biasanya akan menyusup ke dalam komunikasi antara pengguna dan layanan digital untuk mencuri atau memanipulasi data yang sedang ditransmisikan. Untuk mencegah hal tersebut, pastikan Anda menggunakan jaringan yang aman dan hanya menggunakan situs web dengan sertifikat SSL/TLS (ditandai dengan "https").
4. Malware dan Ransomware
Malware (malicious software) merupakan perangkat lunak berbahaya yang dapat merusak sistem, termasuk mencuri data atau mendapatkan akses tanpa izin. Sedangkan ransomware adalah salah satu jenis malware yang dapat mengenkripsi data pengguna atau mengunci akses ke sistem.
Hal tersebut dimanfaatkan pelaku untuk meminta tebusan (ransom) kepada korban agar data atau akses dapat dipulihkan. Pelaku ransomware biasanya menggunakan tautan berbahaya atau email phishing untuk menjerat korban.
5. Penipuan Identitas (Identity Theft)
Penipuan identitas (Identity Theft) merupakan kejahatan siber yang cukup sering terjadi. Pelaku secara ilegal menggunakan informasi pribadi orang lain untuk tujuan penipuan. Kejahatan ini juga melibatkan pencurian data seperti nama, nomor kartu kredit, atau informasi keuangan lainnya.
6. Kartu Kredit atau Debit yang Dicuri
Kartu kredit atau debit yang dicuri bisa disebabkan karena beberapa peristiwa seperti serangan phishing, pencurian melalui situs web palsu, atau bisa juga lewat perangkat skimmer yang dipasang pada mesin pembayaran fisik.
Data yang dicuri bisa berupa nomor kartu, kode CVV, termasuk tanggal kadaluarsa, yang bisa digunakan untuk melakukan transaksi illegal. Hal tersebut tentu akan menimbulkan kerugian finansial bagi pemilik kartu.
7. Transaksi Tidak Sah (Unauthorized Transactions)
Transaksi tidak sah (unauthorized transactions) bisa terjadi ketika terdapat mutasi pembayaran atau transfer dilakukan tanpa izin dari pemilik akun. Risiko keamanan transaksi digital ini seringkali terjadi karena pencurian kredensial login, penyalahgunaan data kartu, atau eksploitasi celah keamanan di platform digital. Akibat dari risiko ini, korban dapat kehilangan uang atau menghadapi proses yang panjang untuk memulihkan dana yang hilang.
8. Kelemahan pada Sistem Keamanan (Security Vulnerabilities)
Untuk menciptakan sistem keamanan yang kuat, maka setiap kelemahan yang ada harus diminimalisasi. Kelemahan pada sistem keamanan (security vulnerabilities) merupakan risiko yang bisa memberikan celah kepada pelaku untuk melakukan kejahatan seperti mengganggu layanan, mencuri data sensitif, atau mengakses sistem tanpa izin.
9. DDoS (Distributed Denial of Service) Attack
Ancaman yang satu ini sering terjadi pada platform keuangan atau e-commerce agar operasi platform terganggu dengan cara mengirim sejumlah besar lalu lintas palsu secara bersamaan ke server. Hal ini bisa mengakibatkan sistem layanan menjadi lambat atau bahkan tidak dapat diakses.
10. Pemalsuan Token atau QR Code
Pelaku bisa memodifikasi token atau QR code untuk melancarkan aksi jahatnya. Pemalsuan token atau QR code ini seringkali memanfaatkan korban yang kurang waspada sehingga bisa tertipu dan akhirnya mengirimkan dana ke rekening pelaku, atau lebih parah bisa mengirimkan informasi sensitif.
11. Ketergantungan pada Pihak Ketiga
Keamanan transaksi digital saat ini juga banyak yang masih ketergantungan pada pihak ketiga seperti payment gateway atau aplikasi pihak ketiga. Jika pihak ketiga atau penyedia layanan memiliki sistem keamanan yang lemah, baik perusahaan atau pelanggan tentu akan terdampak. Oleh karena itu, sebagai pebisnis, Anda harus memastikan mitra yang dipilih terpercaya, serta memiliki kepatuhan terhadap standar keamanan industri.
Jenis-Jenis Sistem Keamanan Transaksi Digital yang Harus Diketahui
Untuk menghindari berbagai ancaman cyber dalam transaksi digital, Anda perlu mengetahui jenis-jenis sistem keamanan transaksi digital agar dapat mengurangi risiko, diantaranya adalah sebagai berikut.
1. Enkripsi Data
Enkripsi data merupakan salah satu jenis sistem keamanan yang telah banyak digunakan. Pada sistem ini, data akan diubah menjadi kode menggunakan algoritma tertentu dan hanya bisa dibaca oleh pihak yang memiliki kunci deskripsi. Dengan metode ini, informasi dan data pribadi pengguna akan lebih terjaga dan terlindungi dari ancaman keamanan.
2. Otentikasi Dua Faktor (2FA)
Menambah lapisan perlindungan dapat meningkatkan sistem keamanan, seperti menggunakan Otentikasi Dua Faktor (2FA). Metode ini biasanya mengharuskan pengguna untuk memberikan informasi tambahan seperti kode yang dikirimkan melalui SMS atau biometrik. Sehingga, meskipun kata sandi dicuri, akun masih akan terlindungi karena akses hanya dapat diberikan jika dua faktor otentikasi terpenuhi.
3. Keamanan Pembayaran dengan Tokenisasi
Keamanan pembayaran dengan tokenisasi merupakan metode yang mengubah informasi sensitif seperti nomor kartu kredit, dengan token atau kode unik. Kode tersebut tidak dapat digunakan di luar transaksi tertentu, sehingga risiko pencurian data selama proses pembayaran dapat dihindari.
4. Sertifikasi PCI DSS (Payment Card Industry Data Security Standard)
Jenis sistem keamanan transaksi digital selanjutnya adalah Sertifikasi PCI DSS (Payment Card Industry Data Security Standard), yang merupakan standar keamanan yang ditetapkan untuk mencegah pencurian informasi sensitif dan melindungi data kartu pembayaran. Dengan sertifikasi ini, data pelanggan akan lebih terjaga dari kebocoran dan penyalahgunaan informasi kartu pembayaran.
5. Firewall dan Intrusion Detection System (IDS)
Firewall berfungsi untuk mengawasi dan mengontrol lalu lintas data yang masuk dan keluar dari jaringan, sedangkan Intrusion Detection System (IDS) bertugas untuk mendeteksi aktivitas mencurigakan atau potensi ancaman.
Keduanya bekerja sama untuk melindungi jaringan dari ancaman eksternal dengan cara mengenali dan menghentikan serangan sebelum berpotensi merusak data atau sistem yang digunakan dalam transaksi digital.
6. Pembaruan Keamanan dan Pemantauan Real-Time
Pembaruan keamanan dan pemantauan real-time merupakan hal perlu dilakukan secara berkala. Hal ini untuk memastikan bahwa sistem, perangkat lunak, dan aplikasi yang digunakan selalu dalam keadaan prima. Selain itu, pemantauan real-time juga bermanfaat untuk mendeteksi dan memberikan respon yang cepat terhadap potensi ancaman.
7. Biometrik (Biometric Authentication)
Setiap pengguna biasanya memiliki karakteristik unik individu yang sulit direplikasi, seperti pengenalan wajah atau sidik jari. Metode keamanan ini dikenal juga sebagai Biometrik atau Biometric Authentication yang menawarkan tingkat keamanan tinggi, melengkapi kata sandi tradisional.
8. Secure Socket Layer (SSL) dan Transport Layer Security (TLS)
Secure Socket Layer (SSL) dan Transport Layer Security (TLS) umumnya dikenal melalui ikon gembok pada browser atau awalan "https://" pada URL. SSL/TLS merupakan protokol keamanan yang biasa dipakai untuk mengenkripsi komunikasi dalam proses transaksi digital, sehingga informasi yang pengguna kirim ke server dalam terlindungi dengan baik.
9. Kode OTP (One-Time Password)
Kode OTP (One-Time Password) merupakan salah satu sistem keamanan transaksi digital yang sering digunakan. Metode ini biasanya dikirim melalui email atau SMS, dan kode berlaku hanya dalam waktu singkat. Teknologi ini memberikan lapisan perlindungan tambahan, sehingga meskipun kata sandi pengguna dicuri, tanpa kode OTP akun tetap tidak bisa diakses.
CRING! Payment Facilitator Menyediakan Keamanan Maksimal untuk Bisnis Anda
Saat Anda mengelola suatu bisnis, tentu Anda berharap bisnis yang dikelola berjalan lancar dan aman. Di era digital, salah satu langkah keamanan yang dapat diambil adalah dengan memanfaatkan CRING! Payment Facilitator.
Dilengkapi dengan teknologi enkripsi canggih dan sistem deteksi fraud, CRING! mampu melindungi setiap proses pembayaran dengan keamanan tingkat tinggi. Dengan ini, perusahaan dapat dengan percaya diri bahwa data pelanggan akan terjaga dengan baik. Hubungi Tim CRING! Sekarang untuk Layanan Pembayaran Digital yang Sepenuhnya Terlindungi!
Kommentare